Monday, December 2, 2013

Adhwa menganggap jika hubungan itu wajar selagi kita tidak melakukan sesuatu yang melampaui batas, saling memberi motivasi dan mendukung. Selama berhubungan dengannya ilmu-ilmu baru selalu adhwa dapatkan. Setiap bertemu selalu ada topik yang dibahas terutama syareat islam karena ia sekolah di madrasah yang berbeda dengannya. Yang memilih disekolah umum. Ia mengenalkan banyak hal tentang dinnya. Itu anggapan adhwa saat itu yang mengindahkan semua keyakinan sebelumnya dan menghalalkan hubungan itu. Meskipun Bersentuhan ataupun duduk berdekatanpun adhwa merasa canggung. Setiap ketemuan adhwa menyuruhnya mengajak teman.

Mereka saling mengingatkan untuk ibadah. Setiap waktu sholat selalu ada inbox yang masuk. Pacaran islami yang terlintas dibenaknya. Dan ia tahu faktanya jika tidak ada pacaran yang islami setelah ia kenal bangku kuliah. Mudharat dan mashlahat tidak bisa digabungkan. Hati terkontaminasi, dan tidak terjaga. Jika seperti itu Lantas ibadah ini karena siapa? Karena dia atau karena Allah.

Setelah adhwa kuliah, hubungan mereka merenggang. Long distance istilahnya. Hingga suatu hari keresahan dihati ini mengetuk pintu hati yang berbelok. Hati meronta, karena pada hakikatnya hati itu suci. Tapi hanya saja terkadang perkataan hati tak dihiraukan, seorang penjahatpun tidak ingin melakukan kehinaan dimatanya. Tapi karena terpaksa, ia melakukan hal yang dilarang sekalipun. Adhwa mulai menguatkan hati, walau terasa sesak didada. Tiga layar penuh kalimat tersusun apik yang ia pikirkan sebelumnya. Dengan basmalah ia kirimkan pesan panjang itu kenomor “cahaya kecil disepertiga malamku”. Adhwa menangis, penyesalan ada tapi kekuatan untuk kembali pada-Nyapun lebih kuat. Adhwa menunggu jawaban darinya, tidak kunjung ditanggapi olehnya. Hingga tengah malam ia mendapati balasan yang sangat singkat yaitu kata “ ya “. Tanpa ekspresi sangat padat dan jelas. Sejak saat itu tak ada lagi inbox darinya.
***

No comments:

Post a Comment